Senin, 16 Juni 2008

Investor Pertambangan tak Serius

* Diberi Teguran, Tiga Izin Dicabut


www.serambinews.com, Senin, 16 Jun 2008

BANDA ACEH - Investor pertambangan di Aceh terkesan tak serius. Dari 54 izin yang telah diterbitkan, hanya satu perusahaan yang melaksanakan kegiatannya. Pemerintah Aceh terpaksa memberikan teguran, bahkan tiga izin pertambangan dilaporkan telah dicabut. “Baru satu perusahaan yang melaksanakan kegiatan eksploitasi dan memberi laporan ke kita, itu pun perusahaan kecil,” kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh, Ir Sofyan Basri, kepada Serambi belum lama ini. Pihaknya mengaku tengah melakukan inventarisasi dan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan yang telah mengantongi izin kuasa pertambangan (KP). Seluruh perusahaan diwajibkan menyampaikan laporan triwulanan dan selambat-lambatnya enam bulan sejak dikeluarkan izin, harus telah melakukan kegiatan.

“Nah, melihat apakah perusahaan itu melakukan kegiatan atau tidak, indikasinya dari laporan. Kita tidak pernah menerima laporan, berarti mereka tidak pernah melakukan kegiatan,” ucapnya.

Disebutkan, realisasi eksploitasi terhadap izin pertambangan yang telah diterbitkan ini tidak sampai dari 10 persen. Padahal, menurutnya, bila dari 54 izin tersebut hanya 6 yang berjalan, maka hal tersebut sudah cukup bagus.

“Kalau kita melihat di Kalimantan Timur, royalti yang diberikan dari kegiatan pertambangan ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun, sedangkan di Aceh, Rp 1 miliar saja nggak sampai,” beber Kadistamben Aceh ini.

Pertambangan, dikatakannya, akan memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat setempat (community development). Selain itu juga akan masuk ke dalam pendapatan ekonomi daerah (PAD) dan akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi Aceh. “Kalau ini terhambat terus, bagaimana kita membangun,” tambahnya lagi.

Pertambangan merupakan fokus utama yang menjadi perhatian pihaknya saat ini selain dari masalah listrik. Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, juga telah memberi penekanan khusus mengenai hal ini. Bagaimana caranya agar kegiatan pertambangan di Aceh ini dapat terlaksana.

“Saya sudah menyurati perusahaan-perusahaan itu melalui dinas dan instansi terkait di daerah yang tembusannya juga ditujukan ke Pak Gubernur. Malahan bupati ada yang menindaklanjuti dengan mencabut izin pertambangan itu,” ungkap Sofyan.

Cabut izin

Hingga saat ini, kata Sofyan Basri, baru Pemerintah Aceh Jaya yang memberi respons dengan bersikap tegas terhadap investor. Selain mencabut izin tiga perusahaan pertambangan, Pemkab Aceh Jaya juga telah melayangkan surat peringatan terhadap tujuh perusahaan lainnya. “Perusahaan yang dicabut izinnya itu adalah PT Rajawali Sakti Mandiri, PT Sinar Anugerah Pertiwi, dan PT Darwin Indonusa Utama. Sesuai dengan surat Bupati Aceh Jaya Nomor 545/423/208 tertanggal 26 Mei 2008,” sebutnya.

Dirincikan, PT Razawali Sakti Mandiri mendapatkan izin eksplorasi bijih besi di Kecamatan Sampoiniet seluas 3.750 hektare (ha). Sedangkan dua perusahaan lagi mendapatkan izin eksplorasi emas, masing-masing di Sampoiniet dan Krueng Sabe, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya.

Selain itu, Bupati Aceh Jaya juga menyurati tujuh perusahaan lain, yaitu PT Era Pet Aron, PT Kana Harapan Jaya, PT Firda Jaya Lestari, PT Pet Aron, PT Beuken Utama, PT Tanoh Diruy Raya, dan terakhir PT Abdya Agung Perkasa. Masing-masing pemegang izin eksplorasi tembaga.

“Mereka ditegur, karena tidak melaksanakan kegiatan dan belum memberikan iuran jaminan kesungguhan. Saya suka bupati yang tegas seperti ini,” ucap Sofyan.

Karena itu, pihaknya mengajak kepada suluruh pimpinan daerah yang lain-lain agar sama-sama membangun Aceh. Bupati/walikota diharapkan tidak hanya sekadar mengeluarkan izin, namun juga melakukan pembinaan dan pengawasan.

Bupati kata dia, berhak untuk melakukan pencabutan izin. Sedangkan pemerintah provinsi hanya memberikan rekomendasi. Begitupun, bila bupati tidak juga melakukan pencabutan izin sementara pembangunan terhambat, maka pencabutan izin akan dilakukan oleh pemerintah provinsi.

“Ujung-ujungnya semua keputusan itu tetap ada pada Gubernur Aceh. Namun, kita memberikan kesempatan lebih dulu kepada pemerintah kabupaten yang telah mengeluarkan izin tersebut,” pungkas Sofyan Basri.
(yos)

Jumat, 13 Juni 2008

35 Izin Pertambangan Mubazir, 50 Izin Sudah Dikeluarkan, Hanya 15 Perusahaan yang Aktif



Kamis, 29 Mei 2008
Banda Aceh | Harian Aceh—Investor pertambangan di Aceh nyatanya masih setengah hati. Sampai kini Pemerintah Aceh telah mengeluarkan izin kepada 50 perusahaan untuk mengeksplorasi sektor pertambangan, namun hanya 15 perusahaan yang aktif. “Mungkin mereka masih melakukan penelitian,” ujar Sofyan Basri.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NAD ini di Banda Aceh, Rabu (28/5), membenarkan bahwa 35 perusahaan pertambangan belum aktif padahal mereka sudah mengantungi izin. “Mereka yang setiap tiga bulan sekali melaporkan kegiatannya hanya 15 perusahaan,” katanya.

Perusahaan yang aktif itu, katanya seperti dikutip Antara, bergerak di bidang pertambangan batu bara, biji besi dan emas. Mereka inilah yang hampir setiap tiga bulan sekali memberi laporan hasil penelitiannya.

Sebelumnya, Bisnis Development Analisys Internasional Finansial Coorporation, Luqyan Tamanni, menyebut investor masih enggan masuk ke Aceh karena belum ada jaminan keamanan. Selain itu masih adanya pungutan liar atau pungutan pajak khusus oleh aparat dan mantan kombatan juga menjadi batu sandungan sendiri. Pemerintah disarankan mengambil tindakan khusus menyangkut masalah ini. Padahal, indikator utama investor masih belum berani berinvestasi di Aceh karena masalah keamanan.

“Keamanan sipil dan jalur transportasi akan menjadi perhatian khusus dari investor, termasuk pungutan pajak khusus oleh aparat dan mantan kombatan,” katanya.

Selain masalah keamanan, faktor lain adalah ketidakpastian peraturan daerah di Aceh. Soal biaya transportasi atau pelabuhan yang belum layak, masalah suplai listrik yang belum stabil juga menjadi pertimbangan investasi. Ini disebutnya merupakan kelemahan dibandingkan dengan provinsi lain.

Ia menyebutkan, hanya kesuburan dan ketersedian tanah yang membuat daya tarik di Aceh, untuk itu pemerintah perlu segera melakukan pemetaan dan kepemilikan tanah. Selain itu, pemerintah Aceh harus melakukan tindakan khusus untuk membuat image baik terhadap iklim investasi seperti menandatangani surat keamanan bersama, dan merespons dengan cepat semua keluhan perlakuan ilegal.

Sofyan menjelaskan, setiap perusahaan yang telah mendapat izin, memang tidak langsung melakukan eksplorasi. Secara bertahap mereka melakukan penelitian untuk melihat sejauh mana nilai ekonominya, apakah layak atau tidak. Dan ia merasa optimistis akan ada beberapa perusahaan lagi yang serius untuk melakukan ekplorasi bahan tambang.

Sofyan menngingatkan, potensi sektor pertambangan, mulai dari goloangan-A sampai golongan-C di Aceh cukup besar, namun belum digarap secara maksimal.

Bahan tambang golongan-B, seperti emas terdapat di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Barat, batu bara di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat dengan potensi 242,6 juta meter persegi.

Kemudian tembaga, biji besi, dan timah hitam yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Jaya.

Selanjutnya bahan tambang golongan-C, yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya, seperti fosfat dengan jumlah cadangan 10.000 ton, marmer (33.160.120 ton), dan pasir kuarsa (16.605.000 ton).

Sofyan menyatakan, Aceh membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi investor, tapi yang benar-benar serius membangun ekonomi daerah itu.

Sejumlah kalangan sebelumnya mengingatkan iklim investasi di Aceh masih perlu dibenahi.(rta/mhy)