Aceh – TAMBANG. Naggroe Aceh Darussalam (NAD) dikenal sebagai salah satu provinsi yang kaya akan sumber daya alam, terutama minyak dan gas bumi (migas). Beberapa perusahaan asing diketahui sudah beroperasi sejak lama di wilayah itu. “Sayangnya, kontribusi para kontraktor migas itu bagi masyarakat Aceh masih sangat minim,” ujar Walikota Banda Aceh, Mawardy Nurdin. Hal ini diungkapkan Mawardy disela-sela peresmian dan serah terima bangunan Politeknik Aceh dari Chevron kepada Pemerintah Indonesia, di Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, Jumat, 29 Agustus 2008. Pada hari yang sama, media lokal di Aceh juga sedang ramai memberitakan dugaan keterlibatan Exxon Mobile, atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di wilayah itu, saat konflik bersenjata masih berlangsung beberapa tahun silam. Mawardy mengaku kecewa, karena selama ini kontribusi beberapa kontraktor migas yang beroperasi di Aceh terhadap masyarakat di Tanah Rencong, masih jauh dari harapan. Diantaranya Exxon Mobile dan Medco, yang kontribusinya dinilai masih sangat minim. “Anda bisa lihat kan, tidak ada sesuatu yang terjadi di Aceh meski mereka sudah beroperasi sejak lama,” kata Mawardy.Mawardy mengatakan, kemitraan yang dibangun antara Chevron, USAID, dan Pemerintah Indonesia dalam CARI (Chevron’s Aceh Recovery Initiative), mestinya dicontoh oleh banyak pihak lainnya. Karena program itu langsung memberikan kontribusi bagi pemenuhan hajat hidup utama masyarakat. Kontraktor migas yang lain harusnya malu pada Chevron, yang tidak memiliki lahan operasi di NAD. “Belum ada kontraktor migas lain yang membantu sebesar Chevron,” ujarnya. Hal senada diungkapkan oleh anggota masyarakat setempat. Nizar, salah seorang tokoh pemuda di Banda Aceh mengatakan, apa yang diberikan Exxon dan Medco selama ini baru sebatas charity. Belum terlihat adanya upaya memberikan kontribusi yang nyata, guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Serambi Mekkah. “Yang mereka lakukan biasanya bagi-bagi sembako, sunatan massal, dan lain-lain. Kalau itu sih, Karang Taruna saja bisa. Paling butuh dana berapa puluh juta rupiah,” jelasnya kepada Majalah TAMBANG. Dia menambahkan, yang dibutuhkan masyarakat Aceh saat ini adalah modal kerja dan pendidikan. Karena pasca tsunami yang meluluhlantakkan daerah itu, masyarakat banyak kehilangan mata pencaharian dan sarana pendidikan. Soal dugaan keterlibatan pelanggaran HAM yang dituduhkan kepada salah satu kontraktor migas, Nizar menyatakan perlu penyelidikan lebih dalam. Karena selama konflik bersenjata dan DOM (Daerah Operasi Militer) berlangsung di Tanah Rencong, banyak investor yang mencari perlindungan pada aparat negara dalam hal ini TNI. “Setahu saya ada kontribusi logistik dari para investor untuk TNI, agar aset-aset mereka dilindungi dari risiko penjarahan,” ungkapnya kepada Majalah TAMBANG.