Jakarta-TAMBANG- Beberapa perusahaan tambang belum memperhatikan program reklamasi dan revegetasi di areal tambang. Kebanyakan perusahaan tambang yang belum memperhatikan program tersebut adalalah perusahaan kelas menengah dan kecil. Demikian diungkapkan Direktur Tehnik dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen ESDM kepada majalah Tambang kemarin (Rabu, 27 Agustus 2008).Persoalan ini, menurut Marpaung ,menjadi concern utamanya setelah diangkat menjadi Direktur Lingkaungan beberapa waktu lalu. Memang diakuinya dibeberapa tambang, masih ada yang sedikit mengabaikan aspek reklamasi dan revegetasi tersebut. Karena itu, mantan Direktur Pengusahaan ini, akan melakukan langkah-langkah konkrit, menyelesaikan hal tersebut.Beberapa perusahaan tersebut, ujarnya lagi beralasan bahwa, mereka masih menunggu sekitar 6 hingga 9 bulan lagi untuk melakukan kegitan reklamasi secara utuh, namun menurutnya, jika hal tersebut dilakukan sejak sekarang, akan lebih baik, menghindari stigma yang selama ini berkembang bahwa Tambang identik dengan kerusakan lingkungan.“Paling tidak, ada konsep penanaman sementara, baik biji-bijian, kacang-kacangan, tanaman merambat dan sebagainya. Sehingga paling tidak, tanaman sementara tersebut, dapat menahan laju erosi dan kalaupun mati, bias dijadikan humus,” jelasnya.Salah satu metode penanaman sementara menurut Marpaung, yaitu dengan menggunakan hydro seeding. Dalam penjelasannya, mesin Hydro Seeding tersebut, bias menggunakan dua pola, yaitu Heavy duti untuk perusahaan besar dengan luas lahan yang besar atau bagi perusahaan menengah dan kecil menggunakan portable mesin.Cara kerja hydro seeding berjenis portable ini, menggunakan mobil atau truk, dengan tangki air dan alat penyemprotnya. Dalam tangki tersebut diberikan media cair, sejenis jeli, yang sudah dimasukan berbagai jenis biji-bijian. Setelah tercampur media dan bibit tumbuhan kemudian disiram di tanah atau batu, sehingga dalam beberapa hari mulai tumbuh. Bahkan ini juga katanya, bisala dilakukan di dinding-dinding bekas galian tambang. Ini dilakukan, untuk mengeliminir kesan yang ada bahwa disetiap lahan tambang, tanahnya pasti kerontang. Karena itu, sebagai Direktur Tehnik dan Lingkungan, ia menghimbau kepada semua perusahaan tambang, harus memiliki nursery. Namun lebih jauh ia mengatakan, jenis pohon dan tanaman pun, harus unggulan dan memiliki kearifan lokal. “Jangan hanya sekedar menggugurkan kewajiban trus pohonnnya asal-asalan, harus yang benar-benar unggul. Kemudian juga dengan jenis pohon yang sudah akrab dengan kondisi alam di daerah tersebut,” katanya.Untuk jenis tanaman unggulan dan varietas pohon yang akan ditanam, ia mengusulkan kepada perusahaan tambang untuk bekerjasama dengan universitas-universitas setempat yang memiliki program studi kehutanan.Ini semua dilakukan, ujarnya lagi sebagai bentuk tanggungjawab sektor pertambangan terhadap lingkungan. Komitmen ini, harusnya, tidak saja oleh perusahaan-perusahaan besar, tetapi juga dilakukan oleh perusahaan tambang skala medium atau kecil. Lebih jauh ia mengatakan, saat penyelenggaraan konferensi dunia untuk perubahan iklim di Bali, Desember 2007 lalu, telah ditandatangni kespakatan green mining oleh kementrian ESDM dan Kehutanan. IA mengaku belum mengetahui persis apa saja kegiatan yang dilakukan, tetapi paling tidak, green mining, harus menjadi concern kita semua.“Saya akan mendatangi pak Jeffery (Jeffrey Mulyono, deklataror Green Mining-red), untuk mengetahui kegiatan yang sudah dilakukan, dan penjajakan kemungkinan kegiatan yang bia dilakukan bersama, dalam rangka green mining tersebut,’ urainya, []
Sabtu, 30 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
memang benar,untuk pengelolaan lahan pada kurun post-mining reclamation.belum sepenuhnya pengusaha tamnag melakukan hal tersebut.
dan jika boleh tolong di informasikan perusahaan yang bergerak di bidang hydroseeeding di Indonesia,dikarenakan keterbatasan informasi teknik hydroseeeding yang kadang membuat pengelolaan lahan menjadi terlambat.
Posting Komentar