Selasa, 18 Maret 2008

Investor Asing... Penolong Atau Perampok


JIKA anda adalah penduduk asli Indonesia maka sudah sepatutnya anda dan saya bersyukur dan juga malu. Negara ini dibekali sekian banyaknya kekayaan alam yang melimpah dari ujung Sumatera sampai ujung Papua. Kekayaan yang secara alami tidak dimiliki oleh negara-negara maju di dunia ini. Kekayaan yang sangat memungkinkan Indonesia untuk membiayai dirinya sendiri bahkan membiayai negara-negara miskin di dunia ini. Tapi dengan kekayaan tersebut .
Salah satu kekayaan alam yang ada di Indonesia adalah kekayaan barang tambangnya. Besi, Nikel, tembaga, emas, timah, bahkan bahan-bahan radioaktif ada di bumi Indonesia tercinta ini. Belum lagi kekayaan minyak bumi, gas alam, batubara dsb, sangat-sangat melimpah di Indonesia. Pertanyaan besarnya, siapa yang mengelola barang-barang tersebut. Jawaban atas pertanyaan tersebut sebagian besar merujuk kepada satu jawaban yaitu perusahaan-perusahaan asing (Multi National Company / MNC). MNC-MNC tercinta tersebut menambang ibu pertiwi ini dengan satu tujuan yang pasti, mendapatkan kekayaan alam yang sebesar-besarnya.

Perusahaan-perusahaan raksasa seperti Freeport, INCO, NEWMONT, EXXON dll, memang sepertinya bukanlah tandingan perusahaan Indonesia. Lihat saja bagaimana Freeport membuat belt conveyor (alat pengangkut hasil tambang dari lokasi penambangan) yang mampu menembus gunung sejauh 12 kilometer atau INCO yang mampu melakukan produksi nikel dengan menggunakan listrik sebesar 9,6 Mega Watt yang di mana sumber aliran listrik tersebut mereka produksi sendiri. Peusahaan-perusahaan tersebut memiliki sdm-sdm asing yang pada saat dahulu tidak dimiliki Indonesia, tetapi sekarang orang-orang sekelas McMoran inventor dan pemilik saham terbesar di PT. Freeport - sangat banyak di Indonesia.

Majunya teknologi yang dimiliki oleh perusahaan asing tersebut seharusnya menggelitik kita, orang-orang yang concern terhadap masalah sumber daya manusia. Kapan kita sebagi sebuah negara besar mampu untuk mengelola semua hasil bumi kita, pure, dengan kekuatan kita sendiri. Sepertinya sudah sangat cukup bagi kta untuk mengatakan mereka datang ke sini salah satu tujuannya adalah untuk alih teknologi. Kita mampu Lihat saja bagaimana PT Timah mampu menjadi perushaan timah terbesar di dunia, atau PT Aneka Tambang yang dapat mengolah emas yang dtambang oleh kalangan sendiri.

Masalah pertambangan asing memang banyak hal yang menjadi kontroversi. Mulai dari perubahan bentang alam yang dianggap merusak lingkungan, masalah pendapatan negara, social gap dengan masyarakat sekitar tambang atau bahkan sampai masalah limbah tailing yang dibuang seenak perut dari perusahaan-perusahaan tertentu. Sebenarnya jika kita mau sadari, masalah-masalah tersebut sebenarnya dapat dikurangi dengan akuisisi negara terhadap kawasan tambang tersebut. Sebagai contoh perusahaan Exxon Mobil di Aceh.

Bayangkan jika perusahaan Exxon Mobil di Aceh adalah milik Pemerintah Indonesia. Di sana diperkerjakan masyarakat Aceh sebagai ahli-ahli dalam pengelolaannya. Masyarakat Aceh meningkat kesejahteraannya, hilangnya kecemburuan social antara pusat dan daerah, hilangnya gerakan separatis dari masyarakat, penghasilan negara bertambah dsb. They come to our country just want to dig our gold and leave it after they get everything.

Pengelolaan asing dalam proses produksi pun sebenarnya juga menjadi masalah yang cukup serius. Jika kita lebih jeli dalam pertambangan Indonesia, kita bisa mengetahui bahwa dalam sebuah tambang, misal kita ambil contoh PT. Freeport, hasil produksi dari tambang tersebut bukan hanya tembaga yang di pasaran per ton-nya hanya sekian dolar. Tapi, dalam setiap hari proses produksinya didapatkan juga mineral-mineral lain yang jumlahnya selalu berfluktuasi seperti emas rata-rata 1,2 gram / ton, perak 2,9 gram/ton, seng, nikel, sulfur, selenium, molybdenum, dan thallium yang merupakan mineral radioaktif. Parahnya lagi, semua komposisi tersebut tidak pernah kita ketahui secara pasti (besar/kecil) karena hasil tambang tersebut setelah menjadi bijih tembaga langsung dikapalkan menuju blog produksi selanjutnya.

Jangan heran juga jika kita melihat tidak adanya kepemilikan mereka terhadap ekosistem kita. PT. Newmont Minahasa Raya sebagai contohnya. Mereka membuang limbah tailing setiap harinya ke laut lepas. Dengan teknik sub-sea Tailing Diposal (STD), dalam satu hari MNC tersebut membuang sekitar 1000 ton limbah tailing. Teknik tersebut pada dasarnya menurut teori- aman jika limbah tersebut di buang ke wilayah perairan laut dengan kedalaman tinggi, terutama laut yang berpalung, sehngga material tailing tidak dapat naik ke wilayah perairan bilogis. Tapi, hal yang terjadi, limbah dari PT. Newmont Minahasa Raya tidak dibuang ke wilayah seperti palung, terus bertambah setiap harinya, menggunung dan akhirnya memasuki kawasan laut biologis yang digunakan masyarakat sekitar untuk memenuhi kehidupan.

Memang sepertinya di tanah Indonesia ini sangat sulit menemukan tanah yang gratis bagi para ilmuawan dan tekhnokrat asli Indonesia. Pemerintah Indonesia sangat kurang memperhatikan mutu dan kemajuan dari para pelajar Indonesia. Sangat sedikit dana untuk penelitian dan pengembangan. Jadi wajar saja jika kita melihat gunung Grassberg di Papua yang mengandung bahan-bahan berharga kini sudah menjadi danau. Disetujuinya Earst berg gunung disebelah Grassberg- untuk dipindahkan menuju kapal-kapal pembawa bijih logam berharga yang ditandai dengan kontrak karya selama 30 tahun .

Kebijakan Pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak karya kepada perusahaan-perusahaan asing tersebut mungkin dapat menjadi solusi bagi permasalahan negara. Jangan penah menggap enteng diri kita sendiri dan jangan pernah selalu merasa bahwa bule lebih pintar dari pribumi. Kita mampu kalau tidak dimulai hari ini, kapan lagi anak negeri membanggakan ibu pertiwi.

Tidak ada komentar: