Kamis, 03 Juli 2008

Terapkan EITI Agar SDA Tak Jadi Kutukan

abraham@majalahtambang.com


TAMBANG, 3 Juli 2008

Selama ini sumber daya alam (SDA) khususnya yang berasal dari perut bumi dianggap telah menjadi ‘kutukan’. Karena selain belum memberikan manfaat yang signifikan bagi kemakmuran, eksploitasi SDA dalam bentuk industri ekstraktif juga telah menimbulkan banyak persoalan lingkungan, sosial, dan kemasyarakatan.

Agar eksploitasi SDA lewat industri ekstraktif dalam bentuk pertambangan mineral, batubara, minyak dan gas bumi, tidak terus menerus menimbulkan ‘kutukan’, sejumlah NGO (Non Government Organisation) yang tergabung dalam Koalisi Nasional Publish What You Pay (PWYP) mendesak Pemerintah Indonesia segera menerapkan (Extractive Industry Transparency Initiative). “EITI akan membantu menata ulang industri ekstraktif Indonesia agar SDA tidak menjadi kutukan,” ujar Koordinator Koalisi Nasional PWYP, Ridaya Laodengkowe.

Menurutnya, kerusakan lingkungan, keterpinggiran masyarakat lokal/sekitar tambang, mandeknya pengalihan saham PT NNT, temuan penyimpangan cost recovery perusahaan migas, dan banyak lagi persoalan lainnya, telah mempertegas adanya ‘kutukan’ atas melimpahnya SDA Indonesia. Ditambah lagi, tidak ada kemauan politik dari penyelenggara negara untuk menata ulang industri ekstraktif secara komprehensif. “Celah-celah hukum cenderung dibiarkan, serta tidak ada pengawasan terhadap eksploitasi yang hanya memperkaya pribadi dan perusahaan,” ujar Ridaya.

Dengan penerapan EITI, industri ekstraktif diletakkan kembali sebagai bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan dan pemberantasan kemiskinan. Tujuannya agar daya rusak lingkungan industri ini dapat ditekan, dan manfaat ekonomi lebih dinikmati oleh rakyat kebanyakan, tidak hanya para elit, perusahaan/korporasi, dan lembaga pembiayaan. Meskipun EITI hanya berupa transparansi aliaran pendapatan dari perusahaan ke kas negara, namun perannya akan sangat besar.

“Peran EITI sangat besar karena dipersyaratkan keterlibatan multipihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat sipil, dalam memberikan laporan,” ujar Ridaya lagi. Selain itu, ada pula proses validasi laporan secara regular yang akan menjamin mekanisme transparansi EITI. Pada gilirannya hal ini akan menjadi jangkar yang dapat diandalkan untuk mendorong perbaikan dan penataan ulang industri ekstraktif di Indonesia.

http://majalahtambang.com

Tidak ada komentar: